Undanganbalikpapan (@hibiscusproject) instagram. 1,510 followers, 515 following, 424 posts see instagram pics and videos from undangan balikpapan (@hibiscusproject). Undangan ibadah syukur scribd. 1. Ibadah syukur jam 10.00 11.30 2. Pelelangan bahan jam 11.30 12.30 three. Jamuan kasih jam 12.30 selesai demikian undangan ini kami sampaikan
1 Menurut Abu A’la Maududi. Ibadah berarti penghambaan dan perbudakan. Seorang hamba harus bersikap sebagaimana halnya seorang hamba yaitu senantiasa patuh dan taat kepada tuhannya tanpa membantah. Beliau juga menambahkan pula bahwa ada 3 hal yang harus dimiliki sebagai hamba yang baik yaitu: 1.
JAKARTA Cendikiawan muslim sekaligus ulama Muhammad Quraish Shihab mengingatkan masyarakat agar dalam beribadah jangan hanya menganggapnya sebagai sebuah ritual. "Jangan anggap ibadah itu hanya ibadah ritual. Ibadah itu banyak. Dalam bahasa Al-Quran, ibadah itu amal soleh, semua amal kegiatan positif," kata Quraish dalam
Sebagaicontoh produk aksesori misalnya kalung, bros, gelang, dan lain sebagainya.-----#-----Jangan lupa komentar & sarannyaEmail: Kunjungi terus: . Hasil Kerajinan lilin sebagai kelengkapan ritual/upacara adat. Berdasarkan prinsip kebermanfaatan di atas, maka kerajinan bahan lunak dapat dikategorikan sebagai produk-produk
A Kesimpulan. Allah meneggaskan dalam Q.S. Adz-dzariyat ayat 56 yang mengandung makna bahwa semua makhluk allah termasuk jin dan manusia diciptakan oleh Allah SWT agar mau beribadah kepada-NYA. Ibadah dalam arti mengabdikan diri atau menyembah, taat dan tunduk hanya kepada Allah SWT semata secara menyeluruh dan total baik lahir maupun
dalam proses produksi massal produktivitas mengacu pada peningkatan. Tadabur Qs Al Maun 1-7 اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَۙ الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَۙ الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاۤءُوْنَۙ وَيَمْنَعُوْنَ الْمَاعُوْنَ ࣖ Terjemah Kemenag 2002 1. Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? 2. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. 4. Maka celakalah orang yang salat, 5. yaitu orang-orang yang lalai terhadap salatnya, 6. yang berbuat ria, 7. dan enggan memberikan bantuan. Ibadah sering dipahami secara sempit dalam konteks ritual ibadah semata, yakni yang hanya berkaitan dengan Alloh. Padahal ibadah bermakan luas. Ibadah secara umum dibagi 2, yaitu ibadah mahdhoh dan ghoir mahdhoh. Ibadah mahdhoh bisa dimaknai sebagai ibadah individual atau ritual yakni yang semata-mata menjadi urusan makhluk dengan Alloh. Ibadah ini menyangkut fardhu ain kewajiban Individual Sedangkan, ibadah ghoir mahdhoh dapata dimaknai sebagai ibadah yang melibatkan pihak lain. Ini merupakan ibadah social atau fardu kifayah. Seperti menjaga lingkungan hidup, membangun fasilitas umum, mengurusi fakir-miskin dsb. Qs Al Maun menjelaskan bahwa ibadah ritual seperti sholat, dzikir dan do’a haruslah berimplikasi social. Mereka yang tidak mengaktualisasikan ibadah ritualnya, misalnya sholat dalam kehidupan social disebut sebagai pendusta agama. Disitu juga disebutkan bahwa ibadah ritual khususnya Sholat harus berimplikasi pada 1. Mengurusi anak yatim 2. Peduli terhadap fakir miskin 3. Tidak riya dan sombong 4. Berbagi dengan orang lain, sekalipun dengan harta yang dicintai. Bagaimana mengintegrasikan kedua bentuk ibadah diatas ? 1. Niatkan semua perbuatannya untuk beribadah kepada Alloh 2. Lakukan Instrosfeksi diri Muhasabah tentang keberhasilan iabdah ritual dengan ibadah sosialnya 3. Anggaplah setiap tempat dan setiap waktu adalah lading amal kebaikan 4. Biasakan diri untuk memperbanyak amal social secara nyata. Semoga kita termasuk seorang muslim yang bermanfaat bagi sesama karena sebaik-baik umatku kata Rosululloh adalah umat yang paling bermanfaat pada sesamanya. Seorang insan kamil adalah orang yang memberi kemanfaatan pada lingkungan sekitarnya. Semoga kita digolongkan pada golongan Khoiru Ummat, dengan selalu memberikan kemanfaatan bagi sesama. Aamin Wallohu a’lam bi showab Sumber Al Qur’an terjemah kemenag 2002 The Wisdom Al qur’anul karim, Mizan 2013
Kolom ini saya buat sebagai semacam “in memoriam” untuk mengenang almarhum Prof. Dr. KH Ali Musthafa Ya'qub 1952 – 2016, mantan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Guru Besar Institut Ilmu Al-Qur'an IIQ Jakarta, tokoh Nahdlatul Ulama, dan seorang ulama pakar Hadis dan Ilmu Hadis yang sangat mumpuni dan langka di Indonesia. Ulama kelahiran Desa Kemiri, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, ini juga seorang penulis produktif khususnya di bidang hukum Islam, tafsir Al-Qur'an, dan tafsir Hadis. Salah satu gagasan dan pemikirannya yang cemerlang, bernas, dan patut direnungkan secara mendalam oleh umat beragama adalah tentang merosotnya spirit atau etos “ibadah sosial” dan meningkatnya atau maraknya perilaku “ibadah personal” atau “ibadah individual” khususnya di kalangan umat Islam, lebih khusus lagi umat Islam di Indonesia. Menurut Kiai Ali Musthafa yang alumnus Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud dan Universitas King Saud Riyadh, Arab Saudi ini, ada dua kategori ibadah dalam Islam, yaitu 1 ibadah qashirah ibadah individual yang pahala dan manfaatnya hanya dirasakan oleh pelaku ibadah saja dan 2 ibadah muta'addiyah ibadah sosial dimana pahala dan manfaat ibadahnya tidak hanya dirasakah oleh yang bersangkutan tetapi juga oleh orang lain. Menurut Kiai Ali, contoh “ibadah individual” ini adalah haji, umrah, puasa, salat, dlsb. Sementara contoh “ibadah sosial” adalah menyantuni anak yatim, membantu fakir-miskin, memberi bantuan beasiswa pendidikan, menolong para korban bencana, menggalakkan penanggulangan kemiskinan dan kebodohan, merawat alam dan lingkungan, berbuat baik dan kasih sayang kepada sesama umat dan mahluk ciptaan Tuhan, menghargai orang lain, menghormati kemajemukan, dan masih banyak lagi. Semua itu merupakan bentuk-bentuk ibadah sosial yang memberi manfaat atau kemaslahatan kepada masyarakat banyak. Ibadah sosial lebih utama daripada ibadah individual Islam, menurut Kiai Ali, memberikan prioritas pada “ibadah sosial” ini ketimbang “ibadah individual”. Kiai Ali mengutip sebuah Hadis Qudsi yang diriwayatkan Imam Muslim dimana Nabi Muhammad SAW pernah bersabda “Tuhan Allah SWT itu ada—dan dapat ditemui—di sisi orang sakit, orang kelaparan, orang kehausan, dan orang menderita.” Itulah sebabnya Nabi Muhammad sepanjang hayatnya lebih banyak didedikasikan untuk membela kaum lemah dan tertindas serta melawan keserakahan dan keangkaramurkaan. Beliau lebih banyak menjalankan aneka bentuk ibadah sosial-kemasyarakatan ketimbang ritual-ritual keagamaan yang bersifat personal. Dalam sebuah kaedah fiqih juga dinyatakan “al-muta'addiyah afdhal min al-qashirah” ibadah sosial jauh lebih utama daripada ibadah individual. Prioritas Islam terhadap ibadah sosial daripada ibadah individual ini juga ditegaskan, tersurat, dan tersirat di dalam ribuan ayat-ayat Al-Qur'an yang memberi ruang sangat besar terhadap dimensi-dimensi sosial-kemanusiaan. Aspek-aspek “ritual-ketuhanan” justru mendapat jatah yang sangat sedikit dalam ayat-ayat Al-Qur'an. Berdasarkan sejumlah fakta dalam Al-Qur'an inilah, ditambah dengan praktik-praktik kenabian, banyak ulama, sarjana, dan pakar Islam yang menyebut Islam sebagai agama pro-kemanusiaan. Pakar kajian Islam dan studi Al-Qur'an seperti mendiang Fazlur Rahman 1919–1988, misalnya, dalam sejumlah karyanya seperti Islam, Prophecy in Islam, atau Major Themes of the Qur'an pernah menegaskan bahwa Islam adalah “agama antroposentris” yang memberi penekanan atau prioritas pada masalah-masalah kemanusiaan universal, dan bukan “agama teosentris” yang berpusat atau bertumpu pada hal-ikhwal yang berkaitan dengan ibadah ritual individual-ketuhanan. Foto privat Terperangkap” ke dalam pernik-pernik “ibadah individual” Meskipun Islam, Al-Qur'an, dan Nabi Muhammad SAW, jelas-jelas memberi ruang yang sangat besar pada masalah-masalah “ritual kemanusiaan” universal; umat Islam, sayangnya, justru lebih sibuk memikirkan dan mempraktikkan aneka “ritual ketuhanan” partikular. Meskipun Islam menegaskan ibadah sosial jauh lebih utama ketimbang ibadah individual, sebagian kaum Muslim malah “terperangkap” ke dalam pernik-pernik “ibadah individual”. Kaum Muslim begitu hiruk-pikuk dan semangat menggelorakan pentingnya haji, salat, puasa, zikir di masjid, dan semacamnya, tetapi melupakan kemiskinan global, kebodohan massal, penderitaan publik, keamburadulan tatanan sosial, kehancuran alam-lingkungan, korupsi akut yang menggerogoti institusi negara dan non-negara, dlsb. Umat Islam begitu bersemangat naik haji berkali-kali atau umrah bolak-balik dan mondar-mandir ke Mekkah dan Madinah, tidak mempedulikan besarnya biaya, tetapi mereka pikun dan tutup mata dengan aneka persoalan sosial-kemanusiaan yang menggunung di depan matanya. Umat Islam sibuk mengejar “kesalehan individual” dengan menghadiri beragam pengajian spiritual tetapi mengabaikan “kesalehan sosial” dan absen menghadiri “pengajian sosial” dengan blusukan ke tempat-tempat kumuh untuk menyambangi umat yang menderita dan kelaparan. Umat Islam rajin menumpuk pahala akhirat bak “pedagang spiritual” tetapi rabun bin pikun dengan problem sosial-kemasyarakatan yang ada di sekelilingnya. Umat Islam begitu sibuk “memikirkan” Tuhan, padahal Tuhan sendiri—seperti ditunjukkan dalam berbagai Firman-Nya dalam Al-Qur'an dan dalam Hadis Qudsi tadi—begitu “sibuk” memikirkan manusia. Saya menyebut fenomena di atas sebagai bentuk keberagamaan yang egoistik atau individualistik yang hanya mementingkan diri-sendiri dan demi mengejar kebahagiaan dan keselamatan dirinya sendiri kelak di alam akhirat, sementara cenderung bersikap masa bodoh atau acuh dengan berbagai kebobrokan, penderitaan, ketimpangan, ketidakadilan, dan kesemrawutan yang menimpa umat manusia di alam dunia ini. Umat Islam “pemburu surga” yang egois-individualis dan “salah jalan” inilah yang menjadi sasaran kritik Kiai Ali Musthafa. Semoga beliau damai di alam baka. Penulis Sumanto al Qurtuby, Staf Pengajar Antropologi Budaya dan Kepala General Studies Scientific Research, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi. squrtuby Setiap tulisan yang dimuat dalam DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
0% found this document useful 0 votes404 views48 pagesOriginal Titleibadah sebagai ritual dalam © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes404 views48 pagesIbadah Sebagai Ritual Dalam IslamOriginal Titleibadah sebagai ritual dalam to Page You are on page 1of 48 You're Reading a Free Preview Page 8 is not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Page 12 is not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 16 to 25 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 29 to 44 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Pengertian dan Jenis Ibadah Dalam Islam – Grameds, sebagai umat-Nya, kita perlu mengetahui pengertian dan jenis ibadah dalam Islam sebagai salah satu tujuan penciptaan manusia. Untuk mencapai tujuan ini, para rasul diutus dan kitab suci diwahyukan. Sehingga mereka yang benar-benar beriman kepada Tuhan selalu berlomba-lomba dalam beribadah. Simak informasi berikut terkait pengertian dan jenis ibadah dalam Islam. Pengertian Ibadah dalam IslamJenis-Jenis Ibadah dalam Islam1. Ibadah Qolbiyyah2. Ibadah Qauliyah3. Ibadah Amaliyyah4. Ibadah MaaliyyahIbadah Berlandaskan Rukun Islam1. Dua Kalimat Syahadat2. Sholat3. Puasa4. Zakat5. HajiAmalan Sunnah di Bulan Ramadhan1. Sahur2. Menghatamkan dan mengaji Al-Qur’an3. Bersedekah4. Berbagi makanan dengan orang yang berpuasa5. Memperbanyak berdoa6. Mengutamakan buka puasa jika sudah waktunya7. Iktikaf8. Tidak berbicara kasar9. Umroh10. Qiyam RamadanBeberapa Hal yang Membatalkan Puasa1. Memasukkan sesuatu ke dalam mulut2. Berhubungan suami istri3. Muntah4. Ejakulasi5. Kegilaan6. MurtadIbadah Puasa dan Menu Berbuka yang Dianjurkan Nabi1. Kurma Sebagai Menu Sahur dan Tanggal Puasa2. Berbagai sayuran dan buah-buahan untuk sahur dan berbuka puasa3. Daging domba sebagai menu utama berbuka4. Susu untuk sahur dan berbuka Dalam buku Ustaz Isnan Anshory Lc “Silsilah Tafsir Ayat Ahkam”, kata ibadah berasal dari bahasa Arab yaitu Alibada. Kata ini merupakan pola Mashdal dari kata kerja “badaya” budu, yang berarti ketaatan. Imam Albagawi juga mendefinisikannya sebagai kehinaan diri dan ketaatan yang berdasarkan ketundukan. Pengertian ibadah di sisi lain juga didefinisikan oleh berbagai faktor dari perspektif Syariah. Orang-orang kebanyakan belum mengetahui arti atau jenis ibadah, sehingga sebagian dari kita hanya fokus pada ibadah tertentu, misalnya shalat, zakat, puasa. Padahal, ada segudang jenis ibadah yang perlu kita pahami berdasarkan arti ibadah yang sangat luas. Jenis-Jenis Ibadah dalam Islam Dalam buku Ustaz Isnan Anshory Lc Silsilah Tafsir Ayat Ahkam, ibadah dikategorikan menjadi empat jenis berdasarkan perbuatannya yaitu sebagai berikut. 1. Ibadah Qolbiyyah Artinya semua ibadah dilakukan melalui aktivitas akal. Jika ibadah ini mencakup aspek i`tiqod atau keyakinan seperti keyakinan akan adanya Allah SWT. Selain i`tiqod sebagai cinta Tuhan, atau dalam bentuk tafakkur sebagai kontemplasi terhadap ciptaan Tuhan. 2. Ibadah Qauliyah Jenis ibadah ini dilakukan melalui kegiatan lisan. Misalnya, membaca Al-Qur’an, Kemuliaan, Termid, Takbir, Takbir, dll. 3. Ibadah Amaliyyah Ibadah Amaliyyah adalah jenis ibadah yang dilakukan melalui aktivitas anggota badan. Contohnya termasuk shalat, puasa, dan gerakan haji. 4. Ibadah Maaliyyah Jenis ibadah ini dilakukan oleh seorang hamba yang menyumbangkan hartanya. Misalnya, membayar Zakat dan Bershodaqoh. Sebelum melangkah ke pemahaman ibadah yang lebih jauh, terlebih dahulu kita harus mengenal rukun Islam, rukun Islam harus diamalkan oleh semua orang yang beragama Islam agar dapat digunakan sebagai tanda atau ukuran keislaman mereka. Ibadah Berlandaskan Rukun Islam Rukun Islam sebagai dasar ilmu agama Islam telah diajarkan sejak awal agar umat Islam dapat lebih memahaminya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Rukun Islam merupakan dasar atau pondasi Islam dan harus selalu diamalkan agar keimanannya tetap terjaga sepanjang hayat. Dalam menjalankan rukun Islam, ada syarat-syarat tertentu yang dapat menjadikan wajib, sunnah, atau tidak wajibnya suatu ibadah. Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammadan Rasulullah, menegakkan salat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan”. HR. Al-Bukhari dan Muslim Di bawah ini adalah penjelasan singkat dari masing-masing rukun Islam. 1. Dua Kalimat Syahadat Dua kalimat syahadat diujarkan oleh umat Islam sebagai bukti keyakinannya dalam menerima Islam dan integritasnya dalam menjalankan Syariah wajib. Kata-kata dari dua ayat syahadat adalah “Asyhadu an-laa ilaaha illallaah Wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullaah.” Artinya “Saya bersaksi tiada Tuhan Yang berhak disembah Selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.” Dengan membaca dua kalimat syahadat, seorang muslim percaya bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusannya. Muslim harus percaya bahwa Nabi Muhammad bukanlah tuhan yang disembah, tetapi utusan dari Allah Ta’ala di dunia untuk menyampaikan pesan Islam. 2. Sholat Sholat dilaksanakan sesuai waktu yang telah ditentukan, mulai dari sholat subuh di pagi hari sampai sholat Isya pada malam hari. “A’isyah radhiallahu’ anha, istri Nabi salallahu’alaihiwasallam,” dia bersabda “Pertama yang diwajibkan shalat kepada Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- adalah dua rakaat dua rakaat kecuali Maghrib yaitu 3 rakaat. Kemudian Allah menyempurnakan jumlah rakaat Dzhuhur, Ashar, dan Isya’ 4 rakaat dalam kondisi hadir tidak safar dan ditetapkan shalat di waktu safar sebagaimana kewajiban awal 2 rakaat” Ahmad 3. Puasa Rukun Islam ketiga adalah mewajibkan puasa di bulan Ramadan. Puasa berarti menahan diri dari makanan, minuman, hubungan perkawinan, dan segala sesuatu yang membatalkan puasa dari matahari terbit sampai terbenam. Intinya, bagian dari hikmah puasa adalah melatih diri untuk melawan segala nafsu seperti makan berlebihan, amarah, dan lainnya. 4. Zakat Ada dua jenis zakat dalam Islam zakat fitrah makanan pokok dan zakat Mal harta mencapai nisob dan haul. Zakat Fitrah akan dibayarkan selama bulan Ramadan dan sebelum memasuki Idul Fitri. Zakat Mal saat ini disimpan selama satu tahun dan dibayarkan setiap tahun dari harta/kekayaan/penghasilan yang memenuhi nisab setara dengan 85 gram emas. Zakat ini sangat berguna dalam membantu orang-orang miskin dan tidak mampu untuk memakmurkan kehidupan mereka. Sebagaimana Allah berfirman, ada delapan golongan yang berhak menerima zakat “Sesungguhnya, zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.” Qs. At-Taubah60 Ayat tersebut menjabarkan kalau 8 golongan itu, ialah Fakir Miskin Orang yang mengurusi zakat Mualaf Pembebasan budak Orang yang terlilit utang Orang yang berjuang di jalan Allah Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan 5. Haji Sembahyang Haji ke Tanah Suci dilakukan setiap bulan Haji atau Zulhijah. Haji adalah kewajiban bagi umat Islam jika mereka mampu secara fisik dan finansial. Haji wajib bagi yang mampu karena perjalanan ke Tanah Suci membutuhkan banyak persiapan, mahal dan membutuhkan persiapan fisik dan mental bagi yang akan menjalaninya. Amalan Sunnah di Bulan Ramadhan Selain pengertian dan jenis ibadah dalam Islam, terdapat pula Amalan Sunnah di Bulan Ramadan, sebagai berikut. 1. Sahur Dalam hadist Riwayat Al-Bukhari diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu`anhu, bahwa Rasullulah bersabda “Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” Rasulullah SAW juga menganjurkan bahwa makan sahur adalah berkah bahkan hanya dengan seteguk air. Allah dan para malaikat mendoakan orang-orang yang makan sahur. Sahur memiliki berkah tersendiri yang dapat membuat orang yang sedang berpuasa menjadi lebih kuat dan lebih mudah untuk menjalankannya. 2. Menghatamkan dan mengaji Al-Qur’an Bulan Ramadan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Oleh karena itu, membaca Al-Qur’an atau Tadarus adalah amalan Sunnah di bulan puasa Ramadan dan sangat dianjurkan. وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ “Jibril menemuinya pada tiap malam malam bulan Ramadhan, dan dia Jibril bertadarus Al-Quran bersamanya. Bukhari No. 3220. 3. Bersedekah Memberi sedekah selama Ramadan juga merupakan kegiatan sehari-hari Nabi. Kedermawanannya seperti angin yang bertipu kencang. Menurut HR Bukharian, Nabi adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanannya meningkat selama Ramadan, terutama ketika Jibril datang menemuinya. 4. Berbagi makanan dengan orang yang berpuasa Berbagi makanan dengan orang yang berpuasa merupakan kebiasaan yang disunnahkan selama bulan Ramadan. Hal ini diriwayatkan oleh Hadist HR. Bei Tirmidzi مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا “Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang berpuasa maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang itu.” 5. Memperbanyak berdoa Di Hadits riwayat Abu Hurairah ada tiga doa yang tidak akan pernah ditolak oleh Allah. Ketiganya adalah doa orang-orang yang berpuasa sampai mereka berpuasa, doa-doa para pemimpin yang saleh, dan doa-doa orang-orang yang dianiaya. Maka perbanyaklah berdoa selama bulan Ramadhan, yang pasti akan dikabulkan oleh Allah. 6. Mengutamakan buka puasa jika sudah waktunya Salah satu amalan yang mudah dan tentunya menyenangkan dilakukan saat berpuasa, Hal ini jelas diutarakan di HR. Al-Baihaqi كان أصحاب محمد صلى الله عليه و سلم أعجل الناس إفطارا وأبطأهم سحورا “Para sahabat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah manusia yang paling bersegera dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam sahurnya”. 7. Iktikaf Iktikaf atau berdiam diri di masjid, mencari keridhaan Allah dan introspeksi diri atas dosa, menurut Quraish Shihab, dilansir dalam hitungan detik dari berita 24/4/20. Tujuan dari Iktikaf itu sendiri adalah meditasi. Orang Quraisy menambahkan kalau dalam melakukan Iktikaf harus melihat substansi kontemplasi, introspeksi, dan muhasaba. Ini tidak harus dilakukan di masjid, tetapi bisa juga dilakukan di rumah. Jika Anda ingin melakukan iktikaf di masjid, Anda harus mengikuti protokol kesehatan yang ketat. 8. Tidak berbicara kasar Menurut hadits, Abu Hurairah mengatakan, Nabi bersabda bahwa puasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum. Namun, Anda dapat menghilangkan kata laghwu dan rafats. Laghwu adalah kata yang tidak berguna, sedangkan Rafats adalah kata kasar. 9. Umroh Umrah perlu mendapat persetujuan dari pemerintah daerah selama masa pandemi, banyak denda akan diterima jika izin tidak diperoleh selama periode umrah. Syarat umroh di masa pandemi adalah vaksinasi dan penggunaan protokol kesehatan yang ketat. Jemaat juga tidak diperbolehkan membawa anak sebagai pendamping. 10. Qiyam Ramadan Lakukan Qiyam Ramadan, atau shalat Tarawif dan shalat malam lainnya. Di masa pandemi shalat Tarawih bisa dilakukan di rumah dengan mengikuti beberapa persyaratan. Jika ingin mengikuti salat Tarawih di masjid, bisa mengikuti protokol kesehatan yang dikeluarkan pemerintah. Di bawah ini adalah hadits tentang shalat Tarawih عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang salat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ganjaran dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu. HR. Bukhari No. 37, Muslim No. 759 Beberapa Hal yang Membatalkan Puasa 1. Memasukkan sesuatu ke dalam mulut Pemahaman paling dasar dari puasa adalah menahan diri dari makan atau minum pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu, jika seseorang dengan sengaja memasukkan sesuatu melalui lubang pada anggota tubuhnya, maka puasanya batal. 2. Berhubungan suami istri Dilarang bagi umat Islam untuk berhubungan suami istri di siang hari selama puasa bahkan dengan pasangan yang sah sekalipun. 3. Muntah Barangsiapa memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya dan dengan sengaja memuntahkannya, puasanya tidaklah sah. Namun, jika dengan tidak disengaja maka itu tidak membatalkan puasa. 4. Ejakulasi Ejakulasi yang disengaja saat puasa membatalkan puasa. Entah itu seks atau masturbasi. Akan tetapi jika ejakulasi tidak sengaja misal karena mimpi, itu tidak akan membatalkan puasa. 5. Kegilaan Jika seseorang kehilangan kesadaran atau tiba-tiba menjadi gila, puasanya menjadi batal. Pasalnya, puasa hanya wajib bagi orang yang sehat pikiran dan kesadaran penuh. 6. Murtad Syarat utama puasa Ramadhan adalah keyakinan bahwa perintah puasa datangnya dari Allah SWT. Puasanya otomatis batal ketika seseorang tidak lagi beriman kepada Allah dan perintah-perintah-Nya. Ibadah Puasa dan Menu Berbuka yang Dianjurkan Nabi 1. Kurma Sebagai Menu Sahur dan Tanggal Puasa Sahur merupakan salah satu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Menurut hadits, menurut hadir riwayat Abu Daud, Nabi memiliki kebiasaan makan kurma saat sahur. Kurma adalah pilihan makanan yang tepat untuk Sahur. Mengutip dari sisi kesehatan, buah ini mengandung cukup kalori, serat dan karbohidrat untuk bahan bakar tubuh. Kita akan merasa kenyang lebih lama saat mengonsumsinya karena kurma termasuk sumber karbohidrat kompleks. Selain itu, kurma juga kaya akan berbagai nutrisi lain, seperti antioksidan, vitamin B, C, dan K, kalsium, zat besi, dan sebagainya. Tak hanya saat sahur, menurut hadis yang diriwayatkan Abu Daud, Rasulullah juga selalu mengakhiri puasanya dengan kurma yang masih segar. Jika tidak ada, beliau akan mengambil kurma kering. Lalu jika keduanya tak ada, barulah beliau minum air putih. Setelah itu, nabi akan menjalankan salat Magrib. 2. Berbagai sayuran dan buah-buahan untuk sahur dan berbuka puasa Menu penting lainnya adalahi sayuran dan buah-buahan. Buah-buahan yang digunakan oleh Nabi Muhammad, antara lain, adalah Melon Anggur Zaitun Delima Buah tin Untuk sayurannya, Nabi Muhammad suka mengkonsumsi berbagai sayuran seperti labu, zukin, bit dan mentimun. Tidak hanya enak, makan sayur dan buah setelah puasa juga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Dengan mengkonsumsi buah dan sayur, kebutuhan tubuh akan vitamin, mineral dan serat akan terpenuhi. Tubuh akan terasa bugar setelahnya. 3. Daging domba sebagai menu utama berbuka Selain sayuran dan buah-buahan, Nabi Muhammad SAW juga suka mengonsumlsi domba. Selain dagingnya yang lezat yang kondisinya diproses menjadi berbagai menu makanan, domba juga dapat memberikan banyak manfaat sebagai berikut Mendukung sistem antioksidan tubuh, Meningkatkan daya tahan dan kinerja fisik Meningkatkan kesehatan kulit Pemeliharaan imunitas Mendukung kesehatan sistem saraf. Namun, perlu dicatat bahwa Nabi Muhammad tidak terlalu sering mengkonsumsi daging. Beliau lebih suka memakan-makanan dari tumbuhan. Kebiasaan makan daging terlalu banyak tidak dianjurkan. Seperti dilansir situs Mayo Clinic di berbagai penelitian menunjukkan bahwa makan terlalu banyak daging dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, diabetes, dan beberapa penyakit lainnya. 4. Susu untuk sahur dan berbuka Yang terakhir adalah susu. Susu juga merupakan salah satu minuman favorit Nabi Muhammad. Susu sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh Anda karena menyediakan kalsium dan juga sangat baik bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan. Dari berbagai jenis susu, Rasulullah SAW ternyata penggemar susu kambing. Sunnah Muslim ini bisa ditaati karena susu kambing memiliki banyak manfaat. Selain itu, susu juga merupakan minuman yang disebutkan dalam Alquran. Seorang teman bercerita bahwa Rasulullah SAW mengkonsumsi susu kambing, susu sapi, dan susu unta. Nabi secara khusus menasehati umatnya untuk minum susu sapi. “Hendaklah kalian minum susu sapi karena ia makan dari setiap pohon.” HR. Ahmad, Hakim dan Ibnu Hibban. Demikian penjelasan mengenai pengertian dan jenis ibadah dalam Islam yang perlu kita ketahui. Sebagai SahabatTanpaBatas, Gramedia akan selalu memberikan produk-produk terbaik yang bisa kamu dapatkan di agar kamu bisa memiliki informasi LebihDenganMembaca. Bagi Grameds yang tertarik untuk mengetahui lebih lanjut seputar pengertian dan jenis ibadah dalam Islam, dapat membaca buku yang bisa didapatkan melalui Gramedia. Penulis Arizal Muhammad Valevi BACA JUGA 7 Ibadah yang Dianjurkan di Bulan Ramadhan 6 Macam Tempat Ibadah Agama di Indonesia Rekomendasi Buku Tuntunan Shalat Agar Ibadah Makin Khusyu! Pengertian Puasa Jenis, Syarat, Rukun, dan Ketentuannya Rukun Haji Pengertian Haji, Syarat Haji, dan Keutamaannya ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Ketujuh PENGERTIAN IBADAH DALAM ISLAM[1]Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas A. Definisi Ibadah Ibadah secara bahasa etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ terminologi, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalahIbadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah kecintaan yang paling adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf takut, raja’ mengharap, mahabbah cinta, tawakkal ketergantungan, raghbah senang, dan rahbah takut adalah ibadah qalbiyah yang berkaitan dengan hati. Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah lisan dan hati. Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah fisik dan hati. Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirmanوَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat/51 56-58]Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ pelaku bid’ah. Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid yang mengesakan Allah. B. Pilar-Pilar Ubudiyyah yang Benar Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu hubb cinta, khauf takut, raja’ harapan.Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukminيُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah/5 54]وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-Baqarah/2 165]إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’/21 90]Sebagian Salaf berkata[2], “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq[3], siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy[5]. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.” C. Syarat Diterimanya Ibadah Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah bid’ah yang ditolak sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”[6]Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syaratIkhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wa yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang Subhanahu wa Ta’ala berfirmanبَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ“Tidak demikian bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah/2 112]Aslama wajhahu menyerahkan diri artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahua muhsin berbuat kebajikan artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah.”Sebagaimana Allah berfirmanفَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا“Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi/18 110]Hal yang demikian itu merupakan manifestasi perwujudan dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat[7].Bila ada orang yang bertanya “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah tersebut?”Jawabnya adalah sebagai berikutSesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmanفَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar/39 2]Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ memerintah dan melarang. Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita[8]. Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna mempunyai kekurangan.Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. D. Keutamaan Ibadah Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang enggan melaksanakannya Subhanahu wa Ta’ala berfirmanوَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ“Dan Rabb-mu berfirman, Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu’min/40 60]Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir butuh kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap bertawajjuh kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada kelezatan dan bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.[9]Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama untuk meraih keridhaan Allah l, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3] _______ Footnote [1] Pembahasan ini dinukil dari kitab ath-Thariiq ilal Islaam cet. Darul Wathan, th. 1421 H oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, al-Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tahqiq Syaikh Ali bin Hasan Abdul Hamid, dan Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighaatsatul Lahafan oleh Syaikh Ali bin Hasan Abdul Hamid [2] Lihat al-Ubuudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary hal. 161-162, Maktabah Darul Ashaalah 1416 H [3] Zindiq adalah orang yang munafik, sesat dan mulhid. [4] Murji’ adalah orang murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman, iman hanya dalam hati. [5] Haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama kali muncul di Harura’, dekat Kufah, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar adalah kafir. [6] HR. Muslim no. 1718 18 dan Ahmad VI/146; 180; 256, dari hadits Aisyah Radhiyallahu anhuma. [7] Lihat al-Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq Ali Hasan Ali Abdul Hamid hal. 221-222. [8] Lihat surat Al-Maa-idah ayat 3 [9] Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighatsatul Lahafan hal. 67, oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid. Home /A2. Prinsip Dasar Islam/Pengertian Ibadah Dalam Islam
3 contoh ibadah secara ritual